Pada saat sekarang ini, banyak sekali diantara kita yang berpendapat "politik dan agama harus dipisahkan" atau "jangan membawa agama dalam berpolitik" tanpa berpikir panjang dari sejarah dan fungsi politik beserta agama itu sendiri. Di dalam tulisan ini akan dijelaskan peranan agama dalam politik kenegaraan khususnya di Indonesia yang dilihat dari sejarah dan fungsi agama.
PERTEMUAN PEMAHAMAN AGAMA DENGAN POLITIK
Di dalam buku "Filsafat Ilmu" karya Prof. Dr. Ahmad Tafsir, ditulis "dunia dibangun oleh dua kekuatan: agama dan filsafat". Manusia yang membentuk agama menerima konsep keagamaan tanpa perlu menalar menggunakan logika, yaitu dengan ilham yang masuk kedalam kepalanya secara mistis tentang hal-hal yang menyangkut Sang Ilahi.
Berbeda dari beragama, dalam berpolitik, manusia harus berfilsafat terlebih dahulu.
Tentang orang beragama(Kristen) diharuskan berpolitik, Pdt. Eka Darmaputera di dalam buku "Yesus dan Politik" menulis "Mengapa orang Kristen harus melibatkan diri dalam politik? jawabannya amat sederhana, karena tidak ada pilihan lain.
Tentang orang beragama(Kristen) diharuskan berpolitik, Pdt. Eka Darmaputera di dalam buku "Yesus dan Politik" menulis "Mengapa orang Kristen harus melibatkan diri dalam politik? jawabannya amat sederhana, karena tidak ada pilihan lain.
Memilih bersikap tidak mau tahu soal politik alias apolitik pun adalah pilihan politis. Ada yang mengatakan bahwa keterlibatan politik bukan hanya merupakan sebuah keharusan praktis(karena tak terhindarkan), melainkan juga sebuah keharusan theologis, sebuah wujud dari KETAATAN IMAN".
Adanya agama adalah suatu hal yang tak dapat dihindarkan, manusia selalu berpikir di dalam kepalanya tentang alam semesta yang amat teratur ini, karena teratur maka ada Penciptanya, lalu akhirnya manusia menemukan jawaban yang tepat dari orang-orang yang mendapatkan ide suci(wahyu) secara mistis dari Entitas Yang Adi Kodrati(Ilahi).
Agama bukan hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Entitas Yang Adikodrati saja, tetapi juga hubungan sesama manusia yang terkadang bersinggungan dengan politik kenegaraan.
Orang-orang yang beragama menjadikan agama sebagai dasar untuk menjalani apapun itu dalam setiap aspek kehidupan, saat seorang beragama mengambil peran dalam Politik kenegaraan, karena agama SELALU menjadi dasar hidupnya, maka agama mau tidak mau harus bersinggungan dengan Politik kenegaraan tersebut, mau tidak mau etika politiknya itu dipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang dianutnya.
WUJUD NYATA HUBUNGAN ANTARA AGAMA DENGAN POLITIK
Kita telah mengetahui ada pendapat yang mengatakan bahwa agama termasuk 'kekuatan' yang membangun dunia, cara agama membangun dunia tentu saja dengan masuk ke dalam politik kenegaraan. Di dalam buku "Sejarah Tuhan" karya Karen Amstrong, dijelaskan bahwa dalam dunia kuno, manusia membangun kekayaan peradaban seperti tata kota dan kuil-kuil berdasarkan dari gambaran Surga dalam agama-agama mereka.
Disini ada tata kota yang dipengaruhi pemahaman akan Surga seturut agama-agama manusia dahulu, maka terbukti sejak zaman dahulu sudah ada bukti kebijakan politik negara yang dipengaruhi peran agama secara langsung, dan hal ini justru berefek baik, yaitu kemajuan peradaban.
Di dalam agama-agama besar dunia sekarang, sejarah mereka tidak terlepas juga dari kisah hubungan antara agama dengan politik.
Dalam Kekristenan tidak ada anjuran atau perintah untuk membentuk negara agama, namun umat harus berperan aktif dalam menyuarakan kebenaran(terkait moral, kemanusiaan, dll yang seturut agama) dalam setiap aspek kehidupan termasuk politik, hal ini dibuktikan dari sejarah Para Rasul dan Para Bapa Gereja Kristen yang berdiri di hadapan pemerintah negara untuk membuktikkan bahwa agama Kristen itu tidak salah dan sama sekali tidak mengganggu pemerintah.
Di dalam agama-agama besar dunia sekarang, sejarah mereka tidak terlepas juga dari kisah hubungan antara agama dengan politik.
Dalam Kekristenan tidak ada anjuran atau perintah untuk membentuk negara agama, namun umat harus berperan aktif dalam menyuarakan kebenaran(terkait moral, kemanusiaan, dll yang seturut agama) dalam setiap aspek kehidupan termasuk politik, hal ini dibuktikan dari sejarah Para Rasul dan Para Bapa Gereja Kristen yang berdiri di hadapan pemerintah negara untuk membuktikkan bahwa agama Kristen itu tidak salah dan sama sekali tidak mengganggu pemerintah.
Indikasi akan terbentuknya Christendom(Negara Kristen) dimulai saat masa pemerintahan Kaisar Konstantinus Agung, dia dulunya adalah Jendral Romawi yang memiliki Ibu Kristen, yaitu Ibu Suri Helena, setelah ayahnya yaitu Konstantius meninggal, dia berperang dengan lawan politiknya dan naik takhta menjadi Kaisar Romawi.
Sebelum menjadi Kaisar, Konstantinus Agung ditanamkan nilai-nilai keagamaan Kristen oleh Ibunya, hal ini menyebabkan agama Kristen secara tidak langsung ataupun langsung berpengaruh dalam kebijakan-kebijakan politiknya, salah satunya adalah pembangunan Gereja-Gereja di Yerusalem, Roma, Konstantinopel, Dll termasuk Gereja Haghia Sophia yang sempat menjadi Masjid dan sekarang menjadi Museum di Turki adalah hasil dari kebijakan politiknya. Sampai akhirnya Konstantinus Agung menjadi katekumen(saat seseorang belajar Kekristenan dari Rohaniwan, sebelum ia dibaptis) dan dibaptis saat sekarat. Hal ini makin berkembang terus, lalu Kaisar Theodosios Agung naik takhta dan menyatakan penyatuan Kekaisaran Romawi dengan Gereja, saat inilah Christendom dibentuk.
Dalam dunia Islam peran agama dalam politik kenagaraan lebih pasti dan kompleks lagi. Setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, saat inilah mulainya agama Islam berperan dalam Politik, Nabi Muhammad merumuskan piagam Madinah seturut wahyu Ilahi, yaitu piagam yang mengatur hubungan antar sesama umat Muslim dan juga hubungan umat Muslim dengan umat Yahudi. Setelah piagam Madinah ini, Nabi Muhammad menjadi kepala negara dari Daulah Islamyiah(Negara Islam).
Dalam dunia Islam peran agama dalam politik kenagaraan lebih pasti dan kompleks lagi. Setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, saat inilah mulainya agama Islam berperan dalam Politik, Nabi Muhammad merumuskan piagam Madinah seturut wahyu Ilahi, yaitu piagam yang mengatur hubungan antar sesama umat Muslim dan juga hubungan umat Muslim dengan umat Yahudi. Setelah piagam Madinah ini, Nabi Muhammad menjadi kepala negara dari Daulah Islamyiah(Negara Islam).
Untuk ukuran bangsa Arab yang tribal, bisa terbentuknya sebuah perjanjian damai bersama dengan banyak kelompok adalah suatu hal yang sangat maju, lagi-lagi peran agama di dalam Politik menciptakan suatu peradaban yang maju dan indah.
AGAMA DI DALAM POLITIK KENEGARAAN INDONESIA
Presiden pertama Indonesia, yaitu Ir. Sukarno di dalam karyanya yang berjudul "NASIONALISME, ISLAMISME DAN MARXISME" yang terdapat dalam buku "Dibawah bendera revolusi", mengutip tulisan Prof. T. L Vaswani, seorang yang bukan Muslim, demikian: "Jikalau Islam menderita sakit, maka Roh kemerdekaan Timur tentulah sakit juga; sebab makin sangatnya negeri-negeri Muslim kehilangan kemerdekaannya, makin lebih sangat pula imperialisme Eropa mencekek Roh Asia. Tetapi, saya percaya Asia-sediakala; saya percaya bahwa Rohnya masih akan menang. Islam adalah internasional, dan jikalau Islam merdeka, maka nasionalisme kita itu asalah diperkuat oleh segenap kekuatannya itikad internasional itu".
Lagi di dalam karya yang sama, Bung Karno memberitahukan bahwa banyak tokoh-tokoh Islamis yang menanam benih nasionalis dan cinta bangsa, seperti: Arabi Pasha, Mustafa Kamil, Mohammad Farid Bey, Ali Pasha, Ahmed Bey Agayeff, Mohammad Ali dan Shaukut Ali, dikatakan bahwa mereka semua ini "adalah panglimanya Islam yang mengajarkan cinta-bangsa, semuanya adalah propagandis nasionalisme di masing-masing negarinya". Dari sini dapat dibuktikkan bahwa Bung Karno pun ikut membawa Islamisme sebagai legitimasi nasionalisme dan cinta-bangsa, istilah kasarnya Bung Karno membawa agama di dalam berpolitik.
Ada yang lebih menggemparkan lagi dari tulisan politis Bung Karno yang membawa agama. Pada masa pendudukan Jepang, sesuai kesepakatan antara Kyai Hasyim Asyari sebagai ketua Shumubu(Jawatan Agama, cikal-bakal dari Kementrian Agama) dengan pemerintah Jepang untuk melatih para pemuda sebagai pasukan militer, akhirnya terbentuklah pasukan Hisboellah, yang secara harfiah artinya "Partai Allah". Pasukan Hisboellah ini juga membantu kemerdekaan Indonesia dalam beberapa peperangan, sampai akhirnya melebur ke dalam TNI.
Tidak hanya Kyai Hasyim saja, Rohaniwan dari agama lain juga ikut berperan dalam perpolitikan pra-Kemerdekaan, salah satunya Kanjeng Uskup Albertus Soegijapranata, Uskup bumi putera pertama di Hindia Belanda. Kanjeng Soegija sempat membantu Indonesia dalam pertempuran lima hari di Semarang, Kanjeng Soegija menyembunyikan banyak pejuang di dalam Gereja Gedangan, beliau juga mengerahkan masa dan menyebarkan propaganda melalui radio.
Tidak habis sampai disini, mantan Presiden keempat kita yaitu Kyai Abdurrahman Wahid, beliau adalah Rohaniwan sekaligus politisi Muslim dari partai Islam PKB(Partai Kesatuan Bangsa), yang kita tahu bahwa pada masa pemerintahan beliau, amat sangat banyak kaum-kaum terpinggir yang minoritas diangkat dan diakui, bahkan pengaruh seorang Kyai dan mantan Presiden ini masih membekas sampai sekarang. Bahkan Presiden ketiga kita, B.J Habibi juga bisa dikatakan seorang politisi Islamis, sebab beliau adalah anggota dari ICMI(Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia).
Selain karena tokoh-tokoh ini, di Indonesia juga ada Kementrian Agama yang mengurusi lembaga-lembaga keagamaan dari 6 agama di Indonesia(Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu), selain ini juga ada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang memiliki peran mengurusi para penghayat(agama di luar 6 agama dalam Kementrian Agama, biasanya agama lokal) di Indonesia. Jadi, semua lembaga keagamaan terintigrasi dengan lembaga pemerintahan, bahkan di luar negri walau tidak semuanya memiliki Kementrian Agama, pasti ada lembaga keagamaan yang mengatur lembaga-lembaga keagaaman, lalu bagaimana caranya politik dan agama dipisahkan? membayangkan agama dengan politik dipisahkan, sama seperti membayangkan filsafat dan politik dipisahkan.
Tidak hanya Kyai Hasyim saja, Rohaniwan dari agama lain juga ikut berperan dalam perpolitikan pra-Kemerdekaan, salah satunya Kanjeng Uskup Albertus Soegijapranata, Uskup bumi putera pertama di Hindia Belanda. Kanjeng Soegija sempat membantu Indonesia dalam pertempuran lima hari di Semarang, Kanjeng Soegija menyembunyikan banyak pejuang di dalam Gereja Gedangan, beliau juga mengerahkan masa dan menyebarkan propaganda melalui radio.
Tidak habis sampai disini, mantan Presiden keempat kita yaitu Kyai Abdurrahman Wahid, beliau adalah Rohaniwan sekaligus politisi Muslim dari partai Islam PKB(Partai Kesatuan Bangsa), yang kita tahu bahwa pada masa pemerintahan beliau, amat sangat banyak kaum-kaum terpinggir yang minoritas diangkat dan diakui, bahkan pengaruh seorang Kyai dan mantan Presiden ini masih membekas sampai sekarang. Bahkan Presiden ketiga kita, B.J Habibi juga bisa dikatakan seorang politisi Islamis, sebab beliau adalah anggota dari ICMI(Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia).
Selain karena tokoh-tokoh ini, di Indonesia juga ada Kementrian Agama yang mengurusi lembaga-lembaga keagamaan dari 6 agama di Indonesia(Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu), selain ini juga ada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang memiliki peran mengurusi para penghayat(agama di luar 6 agama dalam Kementrian Agama, biasanya agama lokal) di Indonesia. Jadi, semua lembaga keagamaan terintigrasi dengan lembaga pemerintahan, bahkan di luar negri walau tidak semuanya memiliki Kementrian Agama, pasti ada lembaga keagamaan yang mengatur lembaga-lembaga keagaaman, lalu bagaimana caranya politik dan agama dipisahkan? membayangkan agama dengan politik dipisahkan, sama seperti membayangkan filsafat dan politik dipisahkan.
KESIMPULAN
Setelah mempelajari sejarah hubungan agama dengan politik dan fungsi dari agama, sekarang kita dapat menyimpulkan bahwa agama ikut ambil bagian dalam perpolitikan negara adalah suatu hal yang tak dapat dihindarkan.
Selain ini juga, tidak selamanya peran agama dalam perpolitikan negara itu berakibat buruk, sebab kita telah melihat ada akibat baiknya.
Memang, adanya akibat buruk dari peranan agama di dalam politik kenegaraan itu jelas ada, tapi bukan berarti peranan agama dalam politik kenegaraan harus dihilangkan, jika demikian, pantaskah kita menghilangkan demokrasi karena demokrasi mengakibatkan korupsi? tentu saja tidak, sebab dalam suatu akibat buruk ,haruslah kita menimbang faktor mana yang paling condong dalam menghasilkan akibat buruk tersebut.
Amat sempit pengetahuan kita jika mengatakan peranan agama itu buruk, padahal ada orang-orang seperti Kyai Hasyim Asyari, Kanjeng Uskup Soegijapranata, Kyai Abdurrahman Wahid, Dll para orang-orang agamis yang memasukkan nilai-nilai keagamaan di dalam pergerakan politk kenegaraan untuk suatu hal yang baik, dan hal baik itu kita rasakan sampai sekarang. Jangan cepat menghakimi SESUATU, mari kita mencari informasi sebanyak-banyaknya, lalu berpikir dengan akal sehat sampai akhirnya menyimpulkan suatu kesimpulan yang cerdas dan logis.
Gimana Setujukah Kalian Kalau Agama Mempunyai Peran Penting Dalam Berpolitik?
Silahkan Berikan Pendapatnya ya :D
Sebelumnya Artikel Ini Sudah Tampil Disini :
Untuk Mendapatkan Update Artikel Gratis Melalui Email Kalian Bisa Mem Follow Situs Ini
Post a Comment
Post a Comment